Jangan Beri Suara Politisi "Piakak"
Sebentar lagi. Terutama menyonsong 2024 yang kian dekat. Dimana kontestasi Pilpres, Pilkada dan terutama Pileg akan dilangsungkan. Suasana bernuansa politis akan riuh ramai.
Engkau akan mendapati para politisi dadakan bermunculan. Wakil rakyat petahana juga kian aktif unjuk gigi, harap simpati, agar dipilih lagi.
Oleh karena itu jangan terkejut, apalagi shock. Jika mendapati mereka yang selama ini tak pernah sudi berinteraksi denganmu, tiba-tiba ramah tamah sekali.
Secara intesif mereka akan mulai rajin mengomentari status di medsosmu. Minimal beri "like" atau bahkan "love". Di dunia nyata, mereka juga akan tersenyum lebar. Menyapamu dan bahkan mentraktirmu ngopi.
Berharap kamu akan simpati. Lalu mengajak serta anak istri, orangtua, mertua, para saudara, sahabat karib dan juga para tetangga. Kemudian meminta janji, agar kalian akan memilihnya lagi.
Sebenarnya, ini adalah cara berpolitik konvensional yang sudah basi. Dalam bahasa lokal diperibahasakan "cempedak dalam periuk - ade kendak baru ndak iluk".
Politisi seperti ini diragukan kemampuannya, kredibilitas dan kompetensi dalam mengemban amanah rakyat sebagai anggota parlemen: menjalankan fungsi legislasi, budgeting dan controlling.
Mestinya, menjadi politisi tak boleh intropert. Harus membuka diri. Siap berinteraksi kapan pun - dimana pun. Tak alergi dikritisi. Serta aspiratif dalam memperjuangkan suara rakyat.
Tapi ya, itu kan teorinya? Betul, prinsip dagang telah membuat dinamika politik kita begitu kotor. Ada uang ada suara. Akibatnya, orang yang menjadi legislator haruslah orang kaya. Punya modal.
Setelah jadi, mereka pun berlomba mengembalikan modal dan berebut cari untung. Bodoh amat dengan rakyat! Maen proyek sah-sah saja. Meski regulasi jelas melarangnya.
Fungsi legislasi tak signifikan. Padahal inilah tolak ukur kesuksesan kerja DPRD. Fungsi budgeting acak-adul. Banyak kasus soal anggaran daerah mencuat dan bermasalah. Fungsi pengawasan apalagi. Sekwan di depan mata saja, sanggup "mudike".
Jadi harus darimana memulainya? Jangan beri suara politisi "piakak" (culas). Hindari sogokan beli suara. Beri kesempatan kandidat yang jelas dan meyakinkan kredibilitas serta kualitasnya. Semoga ke depan PALI dapat lebih baik lagi.**
Penulis : J.Sadewo,S.H.,M.H.(Wartawan, Advokat, & Pengamat Politik Lokal)