Terkait Honorer Nyaleg, Semua Cari Aman?
PALI [kabarpali.com] – Ramai perbincangan terkait honorer atau Tenaga Kerja Sukarela (TKS) dan pegawai yang penghasilannya bersumber dari keuangan Negara yang mencalonkan diri menjadi bakal calon legislative (Bacaleg) di Kabupaten PALI, dijawab beberapa pihak dengan jawaban normatif yang terkesan ambigu. Nampaknya semua ingin mencari ‘aman’?
Persoalan ini memang nampak sepele, namun sebenarnya rentan menimbulkan letupan karena terdapat konflik kepentingan. Semua pihak pun terkesan berusaha melempar tanggung jawab, agar ‘bola panas’ tak mati di tangannya sendiri.
Menurut analisa penulis, jika dirunut dari awal, banyaknya TKS atau honorer yang mencalonkan diri pada kontestasi Caleg DPRD 2019 adalah kebutuhan 30% gender perempuan setiap Daerah Pemilihan (Dapil) sesuai amanat Peraturan Komisi Pemilihan Umum RI (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 Pasal 6 angka 1 huruf C dan D.
Lalu, banyaknya incumbent yang mencalonkan diri kembali, serta dominasi laki-laki yang berkiprah di dunia politik, membuat masyoritas perempuan tak tertarik ikut ‘adu nasib’ di ajang pemilihan wakil rakyat ini. Karena peluang menang yang dipandang kecil.
Maka supply and demand yang tak sesuai ini, memaksa Partai politik (Parpol) merayu siapa pun perempuan yang mau menjadi Bacaleg mereka, agar persyaratan terpenuhi. TKS atau honorerlah yang paling memungkinkan. Mereka diketahui banyak ditarik keanggotaan di Parpol tertentu, untuk menunjang kegiatan partai.
“Menurut data investigasi kami sendiri, setidaknya total ada 66 Bacaleg DPRD Kabupaten PALI yang terkategori penghasilan bersumber dari keuangan Negara (APBD atau APBN). Termasuk TKS, Kades dan Perangkat Desa,” tutur Iwan Dedi SKom, Komisioner Bawaslu PALI, Rabu (13/9/2018).
Menurut Iwan Dedi, dari koordinasi pihaknya dengan KPU PALI, diketahui para TKS tersebut saat mendaftar tidak menyatakan bahwa pekerjaan mereka adalah TKS atau Honorer, melainkan sebagai pekerja swasta. Sehingga kemudian saat ada pihak yang komplain, baru dapat ditindak lanjuti.
“Soal tindakan apa yang akan diambil itu semua wewenang KPU sebagai penyelenggara. Kita sendiri sudah menyurati KPU terkait hal ini,” kilah Komisioner Bidang Pengawasan itu.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten PALI mengaku sudah berkonsultasi dengan KPU Provinsi Sumsel dan meminta agar Bacaleg yang digaji oleh Negara agar mengundurkan diri dari pekerjaannya, jika tetap ingin nyaleg (Pasal 7 angka 1 huruf K PKPU 20/2018).
"Setelah kita konsultasi dengan KPU Sumsel, maka surat edaran TKS yang nyaleg tetap mengundurkan diri dari TKS karena digaji oleh APBD," kata Ketua KPU PALI ; Hasyim, beberapa waktu lalu.
Namun begitu, kata Hasyim, KPUD PALI tidak akan investigasi Caleg yang berstatus TKS atau honor. Namun, jika ada laporan resmi tertulis maka akan menindak lanjuti laporan dari warga terhadap TKS yang Caleg dan tetap calon akan tetapi belum membuat pernyataan mengundurkan diri.
"Kalau ada laporan tertulis dan resmi dari masyarakat, kita tetap menindaknya. Namun jika laporan itu berbentuk seperti surat kaleng atau melalui sosial media, maka tidak akan kita gubris," jelas Hasyim.
Beratnya TKS untuk mengundurkan diri dari profesi mereka sebenarnya cukup bisa dimengerti, sebab, setelah kontestasi Pileg 2019 mereka berharap akan dapat menekuni pekerjaannya kembali. Mengingat, partisipasi mereka sebagai Caleg sesungguhnya diduga hanya sekedar pelengkap persyaratan saja.
Meski jika ditinjau dari PKPU Nomor 20 Tahun 2018, sesungguhnya berkas pendaftaran Bacaleg yang berbohong dapat dikatakan cacat administrasi. Sebab data yang mereka sampaikan terkait pekerjaannya ternyata tidak benar. Kecuali jika verifikasi yang dilakukan penyelenggara pemilu tidak valid.
Sementara bagi parpol, komplain pihak yang mempersoalkan TKS yang belum mengundurkan diri dari profesi mereka itu, tentu saja memberatkan. Sedangkan mereka sudah ditetapkan pada Daftar Calon Sementara (DCS) dan selangkah lagi akan ditetapkan sebagai Daftar Calon Tetap (DCT). Jika mereka digugurkan, maka bagi Bacaleg perempuan akan mengurangi keterwakilan 30% gender per Dapil.
Terkait hal ini pun, sejumlah partai politik di Kabupaten PALI sempat beramai-ramai mendatangi Sekretariat KPUD Kabupaten PALI, di Jalan Merdeka Km 9 Talang Kelapa kelurahan Handayani Mulya, Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI, Senin (3/9/2018), untuk mengklarifikasi surat edaran dari KPUD Kabupaten PALI per tanggal 29 Agustus 2018 mengenai setiap bakal calon legislatif yang berstatus tenaga honorer wajib mengundurkan diri.
Sejumlah parpol tersebut antara lain, Demokrat, Nasdem, Hanura, Golkar, PDIP, PBB, PPP, PAN, dan PKB, yang dikoordinatori Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten PALI ; Devi Harianto, SH MH. Devi mengatakan bahwa surat edaran yang dikirimkan KPUD PALI seolah-olah telah menjebak parpol yang ada di Bumi Serepat Serasan.
"Surat edaran tersebut dikeluarkan setelah setiap bakal calon sudah dinyatakan memenuhi syarat. Artinya KPUD PALI dalam hal ini seolah-olah menjebak parpol. Kalau dari awal aturan itu diterapkan, tidak mungkin bagi parpol di PALI mengusung Bacaleg yang bekerja sebagai tenaga honorer," kata politisi demokrat itu.[**]