Sejak PALI Terbentuk, Sudah 10 Orang "Tebuang" Gegara Korupsi
PALI [kabarpali.com] - Di usianya yang ke sembilan tahun, pada 2022 ini, terhitung sepuluh orang sudah tebuang (terpenjara) akibat melakukan tindak pidana korupsi di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan.
Jumlah 10 tersebut bisa dikatakan angka yang sangat fantastis, mengingat PALI adalah Kabupaten yang masih terbilang berusia belia. Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, luas wilayah PALI hanya 1840,0 Kilometer persegi (Km2), dengan jumlah penduduk yang cuma 184.670 jiwa.
Meski begitu, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten termuda kedua di Provinsi Sumatera Selatan ini relatif besar. Setiap tahunnya rata-rata Rp1,5 trilyun uang rakyat dikelolah pemerintah untuk belanja pembangunan di berbagai sektor.
Maka tak heran, jika peluang untuk menyelewengkan dana negara itu menjadi lebih besar. Ditambah, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang relatif belum mumpuni, dan pengawasan yang nampak cenderung longgar.
Dari riset data yang dilakukan media ini, mencatat tindak pidana korupsi yang terbukti dilakukan dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkrach), di PALI, mulai terjadi sejak awal terbentuknya kabupaten ini, tahun 2013.
Iskandar Anwar, seorang kontraktor pengadaan mesin jenset di RSUD Talang Ubi, Ibukota PALI, menjadi pesakitan, akibat terbukti korupsi pembelian generator atau jenset di sana. Pengadilan melalui putusan nomor 38/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Plg, mengatakan Iskandar terbukti bersalah. Sehingga Ia pun kemudian menjalani hukuman selama1 tahun penjara.
Tindak pidana rasuah kedua dilakukan oleh Muhamad Amin. Ia adalah mantan Kepala Dinas Pendidikan yang menjadi tersangka korupsi pada tahun 2015. Tetapi kemudian ia wafat karena sakit, saat dalam penahanan Kejaksaan yang melakukan penyidikan kasus tersebut.
Kasus ketiga, yang didakwa terbukti korupsi di Kabupaten PALI pada 2019, adalah Abu Hanifah. Mantan Kepala Dinas Pendidikan itu divonis 4 tahun penjara, karena terbukti korupsi dengan motif menyelewengkan uang makan guru senilai Rp773 juta.
Oknum pejabat selanjutnya yang tebuang karena korupsi pada 2021, adalah mantan Sekretaris DPRD PALI, Arif Firdaus. Ia sempat buron dan ditangkap dalam pelarian di Jawa Barat. Sesuai Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 7/Pid.Sus-TPK/2021/PN Plg, Arif didakwa korupsi bersama-sama dengan bendaharanya, Mujarab, senilai Rp6.115.822.424,00. Arif kemudian divonis 15 tahun Dan Mujarab divonis 9 Tahun.
Pada tahun 2022, tiga orang sekaligus juga didakwa korupsi oleh Pengadilan Negeri Palembang, karena menyelewengkan uang rakyat sehingga merugikan Negara sebesar Rp2.543.721.715 pada proyek normalisasi Sungai Abab di Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga (PU BM) PALI, tahun anggaran 2018.
Mereka adalah Junaidi (jabatan Kabid/Pengawas Proyek) divonis 5 tahun penjara, Sri Dwi Hastuti (PPTK) divonis 5 tahun, dan Rorin Nadian (Kontraktor) divonis 6 tahun penjara.
Kejahatan rasuah terakhir yang menghebohkan masyarakat PALI adalah kasus korupsi yang menyeret Son Haji, juga mantan Sekretaris DPRD PALI dan bendaharanya, Frans Wahyudi senilai Rp1,7 miliar. Mereka berdua ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri PALI, dan saat ini telah berhasil diamankan, untuk kemudian menjalani persidangan, di Pengadilan Negeri Palembang.
Atas keberhasilan ungkap kasus korupsi tersebut, Kejaksaan Negeri PALI, pada tahun 2021, bahkan pernah dianugerahi penghargaan, karena dianggap sukses ungkap kasus korupsi terbanyak di Sumsel, dan telah menyelamatkan kerugian negara, mencapai Rp1,16 Miliar.
Dengan usianya yang baru menginjak 9 tahun, jika dibagi, maka artinya setiap tahun, setidaknya ada satu orang yang terbukti melakukan korupsi di Bumi Serepat Serasan. Dan tentunya, itu yang ketahuan saja. Bagaimana dengan potensi-potensi lainnya, yang bisa saja belum atau tidak berhasil terungkap oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
Sebuah kalimat bijak mengatakan : "Negeri ini tidak akan hancur karena bencana atau berbeda. Tapi karena moral bejat dan perilaku korupsi". Maka, masa depan PALI tentunya sangat ditentukan oleh mental dan moral para pengambil kebijakan di negeri ini. Apakah amanah yang diberikan akan membawa rakyat pada kemaslahatan, ataukah justru kemudharatan? Kita lihat saja![tim redaksi/berbagai sumber]