Problem Seismik di PALI, Bukti Rakyat Terjajah di Negeri Sendiri?

Oleh Redaksi KABARPALI | 25 Agustus 2024
Ilustrasi


Persoalan menyangkut proyek survei Seismik 3D di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, belum menemukan solusi. Ibarat benang kusut, masalah yang tak henti disuarakan masyarakat itu, justru berpotensi semakin runyam dan tak terurai. Sebab, jangankan mereda dan ditemukan jalan keluar. Karena pemangku kebijakan yang terkesan acuh, dan warga dibiarkan merasakan situasi yang tak nyaman dan tertekan.                                                  

Kegiatan seismik dalam rangka menemukan lokasi dimana terdapat cadangan minyak dan gas bumi, memang merupakan program pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT. Pertamina, yang dilaksanakan oleh pihak ketiga.

Di wilayah kerja PT. Pertamina EP Zona 4 Sumatera Selatan (Sumsel), Kabupaten PALI, kegiatan tersebut dilakukan oleh PT. Daqing Citra PTS, sebagai pemenang lelang. Penelusuran dan pencarian titik potensial terdapat migas sebelumnya dilabeli Seismik 3D Abab dilanjutkan dengan 3D Idaman. Mereka pun melakukan penjelajahan dan mengeksploitasi hutan atau kebun milik warga setempat.

Namun sayangnya, pekerjaan yang selayaknya mendapatkan dukungan dari masyarakat itu, justru menuai masalah. Arogansi pihak PT Daqing Citra ditenggarai menjadi biang keroknya. Mulai dari sosialisasi yang tak optimal, kesepakatan ganti rugi yang tak transparan dan fair, hingga intimidasi masyarakat oleh oknum alat negara yang justru membela korporasi itu, menyeruak ke publik.

Akibatnya, pekerjaan itu mendapat perlawanan dari warga terdampak. Tak jelasnya nilai ganti rugi atas penggunaan lahan, rusaknya tanam tumbuh serta kompensasi atas dampak pasca pekerjaan, membuat masyarakat setempat meradang. Sementara pihak perusahaan yang sahamnya sebanyak 65 persen milik China, dan 35 persen Indonesia itu, justru tidak komunikatif.

Alih-alih mendengar keluhan dan masukan warga, pihak perusahaan malah melakukan dugaan intimidasi oleh oknum alat negara, dengan menakuti masyarakat, agar tak mengganggu aktivitas perusahaan.

Sebagai seorang praktisi hukum, yang memegang lisensi Advokat, Penulis pernah di datangi oleh salah satu warga yang mengeluhkan giat itu. Bersama keluarganya, ia sempat memohon bantuan hukum, karena lahan kebun karetnya telah dieksploitasi pihak PT Daqing Citra, tanpa izin dan koordinasi terlebih dahulu dengannya, selaku pemilik yang sah.

“Tak ada pemberitahuan, tiba-tiba mereka melakukan rentes (menebas tanaman untuk membuat jalan). Menggelar kabel dinamit untuk meledakkan sumur bor. Saya yang hendak menyadap karet, ketika tiba di kebun, kaget. Jangankan mau tahu seperti apa dan kapan mendapat ganti rugi atas kerusakan yang saya derita, terlebih dahulu meminta izin pun tidak!” curhat pria itu.

Ketika hendak konfirmasi, ia malah digertak dan ditakuti oleh oknum aparat yang ditugaskan menjaga keamanan oleh perusahaan. “Kalau mereka menghalangi, bawa dan penjarakan saja!” begitu kurang lebih kalimat yang utarakan salah satu oknum, kepada rekannya yang bersenjata laras panjang.

Di negara demokrasi yang menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi ini, setiap perbuatan tentu ada norma hukum yang mengaturnya. Sebagai contoh, TNI harus tunduk pada antara lain Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Isinya, mengenai tugas pokok dan fungsi TNI, kewajiban dan larangan, dan lain-lain.

Misal pada Pertimbangan huruf (c) mengatakan: bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.

Contoh lainnya, regulasi mengenai Kepolisian Republik Indonesia (Polri): ada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, dan lain-lain.

Selain daripada itu, perbuatan semena-mena yang dilakukan seperti masuk pekarangan tanpa izin, melakukan perusakan, melakukan pengancaman, penyalahgunaan wewenang jabatan, dan lain-lain merupakan perbuatan pidana atau melanggar hukum yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Maka atas peristiwa hukum itu dapat diberikan sanksi, baik berupa pidana penjara, denda dan sebagainya.

Dari informasi tersebut di atas, Penulis pun menyimpulkan ada saluran komunikasi pihak PT. Daqing Citra yang tersumbat, atau sengaja disumbat. Sosialisasi yang telah dilakukan pra kegiatan, kabarnya hanya kepada aparatur pemerintah desa saja. Sehingga wajar, jika kemudian warga pemilik lahan terdampak tidak mengetahui apa-apa, terkait kegiatan yang dilakukan atau akan dilakukan, di lahan mereka.

Kemudian, yang tak kalah penting adalah menyangkut kompensasi ganti rugi. Pengunaan lahan, perusakan tanam tumbuh, maupun dampak yang terjadi pasca pekerjaan PT. Daqing adalah sesuatu yang tak boleh dianggap sepele. Ini menyangkut hak warga negara, yang jelas dijamin juga oleh aturan perundang-undangan.

Daqing Citra tak boleh beralibi menggunakan frasa “untuk kepentingan negara” lalu menzolimi warga negara. Sebab rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi di negara demokrasi ini. Mereka bukan penjajah yang harus diusir atau terusir. Mereka mempertahankan dan menuntut hak mereka dengan segenap jiwa raga.

Persoalan menyangkut pekerjaan seismik ini pun tak urung mengemuka ke publik. Beragam media massa pernah mengulasnya. Banyak tokoh masyarakat, aktivis sosial, dan praktisi hukum menyuarakan keprihatinan dan keluhan rakyat.

Hanya saja, informasi yang penulis dapat, ada pembungkaman-pembungkaman yang juga terjadi kepada mereka yang lantang bersuara itu. Sehingga masalah yang tak teratasi secara clear and clean ini bagai api dalam sekam.

Mengenai hal ini, Ketua DPRD PALI, Asri AG, pernah mengomentari persoalan itu bahwa penolakan warga adalah sesuatu yang sah-sah saja. Didampingi Wakil Ketua II DPRD PALI, M. Budi Hoiru, Asri menyampaikan bahwa sejatinya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 40 tahun 2017 harus ditinjau kembali dengan kondisi saat ini.

“Hak masyarakat untuk menolak, tetapi kami tidak menganjurkan,” cetusnya, sebagaimana dikutip dari  sebuah media online, beberapa waktu lalu.

Suara lainnya yang nampak lebih care juga muncul dari Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Hariyadi. Ia berharap permasalahan penggantian lahan warga yang terimbas proyek pengerjaan survei seismik 3D oleh PT Daqing Citra di Sumatera Selatan sebagai pemenang lelang, dapat dilakukan secara persuasif dan damai.

Menurut Bambang, masyarakat juga sejatinya memiliki hak yang utuh atas lahan miliknya yang memang sudah ditinggalinya selama bertahun-tahun tersebut. Meski demikian, lanjutnya, pengerjaan proyek survei seismik 3D Abab ini juga tidak kalah pentingnya untuk kepentingan bangsa dan negara.

Mengingat kebutuhan energi (minyak) dalam negeri yang memang sangat tinggi. Sementara cadangan minyak kita terbatas. Sehingga butuh eksplorasi sumber-sumber atau sumur minyak baru. Terlebih lagi pemerintah juga telah menargetkan lifting minyak sebesar 1 juta barel per hari, yang hingga saat ini masih jauh dari target.

"Sempat dijelaskan juga bahwa harga pengganti lahan warga itu berdasarkan Peraturan gubernur Sumsel di tahun 2017 lalu. Artinya sudah berusia lebih dari lima tahun yang lalu. Tentu sangat wajar jika warga minta harga penggantian lahannya disesuaikan dengan harga dan kondisi saat ini," ungkap Politisi Fraksi Partai Gerindra itu, sebagaimana dikutip dari portal dpr.go.id.

Saran penulis, menyikapi permasalah yang berlarut ini, masyakarat yang merasa dirugikan bisa mencoba menempuh langkah hukum dengan melaporkan pihak terkait ke istitusi sesuai yurisdiksinya.

Sebagai contoh bila ada oknum TNI yang dipandang melanggar etika atau menyalahgunakan kewenangan, dapat dilaporkan ke Satuan Polisi Militer Angkatan Darat. Begitu juga bila ada oknum Polri yang melakukan tindakkan semena-mena, silahkan laporkan ke Propam Polres atau Polda.

Sedangkan, peristiwa hukum memasuki lahan oranglain tanpa izin, dan/atau melakukan perusakan, bisa saja dilaporkan secara pidana dan digugat secara perdata dengan klasifikasi Perbuatan Melawan Hukum (PMH), sebagaimana pasal 1365 KUHPerdata.**

 

Penulis : Adv. J. Sadewo, S.H., M.H. (Jurnalis, Advokat dan Pengamat Sosbudkumpol)

BERITA LAINNYA

57485 Kali9 Elemen Jurnalisme Plus Elemen ke-10 dari Bill Kovach

ADA sejumlah prinsip dalam jurnalisme, yang sepatutnya menjadi pegangan setiap [...]

25 Maret 2021

29578 KaliHore! Honorer Lulusan SMA Bisa Ikut Seleksi PPPK 2024

Kabarpali.com - Informasi menarik dan angin segar datang dari Kementerian [...]

09 Januari 2024

20873 KaliIni Dasar Hukum Kenapa Pemborong Harus Pasang Papan Proyek

PEMBANGUNAN infrastruktur fisik di era reformasi dan otonomi daerah dewasa ini [...]

30 Juli 2019

20632 KaliWarga PALI Heboh, ditemukan Bekas Jejak Kaki Berukuran Raksasa

Penukal [kabarpali.com] – Warga Desa Babat Kecamatan Penukal [...]

18 Agustus 2020

19488 KaliFenomena Apa? Puluhan Gajah Liar di PALI Mulai Turun ke Jalan

PALI [kabarpali.com] - Ulah sekumpulan satwa bertubuh besar mendadak [...]

15 Desember 2019

Persoalan menyangkut proyek survei Seismik 3D di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, belum menemukan solusi. Ibarat benang kusut, masalah yang tak henti disuarakan masyarakat itu, justru berpotensi semakin runyam dan tak terurai. Sebab, jangankan mereda dan ditemukan jalan keluar. Karena pemangku kebijakan yang terkesan acuh, dan warga dibiarkan merasakan situasi yang tak nyaman dan tertekan.                                                  

Kegiatan seismik dalam rangka menemukan lokasi dimana terdapat cadangan minyak dan gas bumi, memang merupakan program pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT. Pertamina, yang dilaksanakan oleh pihak ketiga.

Di wilayah kerja PT. Pertamina EP Zona 4 Sumatera Selatan (Sumsel), Kabupaten PALI, kegiatan tersebut dilakukan oleh PT. Daqing Citra PTS, sebagai pemenang lelang. Penelusuran dan pencarian titik potensial terdapat migas sebelumnya dilabeli Seismik 3D Abab dilanjutkan dengan 3D Idaman. Mereka pun melakukan penjelajahan dan mengeksploitasi hutan atau kebun milik warga setempat.

Namun sayangnya, pekerjaan yang selayaknya mendapatkan dukungan dari masyarakat itu, justru menuai masalah. Arogansi pihak PT Daqing Citra ditenggarai menjadi biang keroknya. Mulai dari sosialisasi yang tak optimal, kesepakatan ganti rugi yang tak transparan dan fair, hingga intimidasi masyarakat oleh oknum alat negara yang justru membela korporasi itu, menyeruak ke publik.

Akibatnya, pekerjaan itu mendapat perlawanan dari warga terdampak. Tak jelasnya nilai ganti rugi atas penggunaan lahan, rusaknya tanam tumbuh serta kompensasi atas dampak pasca pekerjaan, membuat masyarakat setempat meradang. Sementara pihak perusahaan yang sahamnya sebanyak 65 persen milik China, dan 35 persen Indonesia itu, justru tidak komunikatif.

Alih-alih mendengar keluhan dan masukan warga, pihak perusahaan malah melakukan dugaan intimidasi oleh oknum alat negara, dengan menakuti masyarakat, agar tak mengganggu aktivitas perusahaan.

Sebagai seorang praktisi hukum, yang memegang lisensi Advokat, Penulis pernah di datangi oleh salah satu warga yang mengeluhkan giat itu. Bersama keluarganya, ia sempat memohon bantuan hukum, karena lahan kebun karetnya telah dieksploitasi pihak PT Daqing Citra, tanpa izin dan koordinasi terlebih dahulu dengannya, selaku pemilik yang sah.

“Tak ada pemberitahuan, tiba-tiba mereka melakukan rentes (menebas tanaman untuk membuat jalan). Menggelar kabel dinamit untuk meledakkan sumur bor. Saya yang hendak menyadap karet, ketika tiba di kebun, kaget. Jangankan mau tahu seperti apa dan kapan mendapat ganti rugi atas kerusakan yang saya derita, terlebih dahulu meminta izin pun tidak!” curhat pria itu.

Ketika hendak konfirmasi, ia malah digertak dan ditakuti oleh oknum aparat yang ditugaskan menjaga keamanan oleh perusahaan. “Kalau mereka menghalangi, bawa dan penjarakan saja!” begitu kurang lebih kalimat yang utarakan salah satu oknum, kepada rekannya yang bersenjata laras panjang.

Di negara demokrasi yang menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi ini, setiap perbuatan tentu ada norma hukum yang mengaturnya. Sebagai contoh, TNI harus tunduk pada antara lain Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Isinya, mengenai tugas pokok dan fungsi TNI, kewajiban dan larangan, dan lain-lain.

Misal pada Pertimbangan huruf (c) mengatakan: bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.

Contoh lainnya, regulasi mengenai Kepolisian Republik Indonesia (Polri): ada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, dan lain-lain.

Selain daripada itu, perbuatan semena-mena yang dilakukan seperti masuk pekarangan tanpa izin, melakukan perusakan, melakukan pengancaman, penyalahgunaan wewenang jabatan, dan lain-lain merupakan perbuatan pidana atau melanggar hukum yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Maka atas peristiwa hukum itu dapat diberikan sanksi, baik berupa pidana penjara, denda dan sebagainya.

Dari informasi tersebut di atas, Penulis pun menyimpulkan ada saluran komunikasi pihak PT. Daqing Citra yang tersumbat, atau sengaja disumbat. Sosialisasi yang telah dilakukan pra kegiatan, kabarnya hanya kepada aparatur pemerintah desa saja. Sehingga wajar, jika kemudian warga pemilik lahan terdampak tidak mengetahui apa-apa, terkait kegiatan yang dilakukan atau akan dilakukan, di lahan mereka.

Kemudian, yang tak kalah penting adalah menyangkut kompensasi ganti rugi. Pengunaan lahan, perusakan tanam tumbuh, maupun dampak yang terjadi pasca pekerjaan PT. Daqing adalah sesuatu yang tak boleh dianggap sepele. Ini menyangkut hak warga negara, yang jelas dijamin juga oleh aturan perundang-undangan.

Daqing Citra tak boleh beralibi menggunakan frasa “untuk kepentingan negara” lalu menzolimi warga negara. Sebab rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi di negara demokrasi ini. Mereka bukan penjajah yang harus diusir atau terusir. Mereka mempertahankan dan menuntut hak mereka dengan segenap jiwa raga.

Persoalan menyangkut pekerjaan seismik ini pun tak urung mengemuka ke publik. Beragam media massa pernah mengulasnya. Banyak tokoh masyarakat, aktivis sosial, dan praktisi hukum menyuarakan keprihatinan dan keluhan rakyat.

Hanya saja, informasi yang penulis dapat, ada pembungkaman-pembungkaman yang juga terjadi kepada mereka yang lantang bersuara itu. Sehingga masalah yang tak teratasi secara clear and clean ini bagai api dalam sekam.

Mengenai hal ini, Ketua DPRD PALI, Asri AG, pernah mengomentari persoalan itu bahwa penolakan warga adalah sesuatu yang sah-sah saja. Didampingi Wakil Ketua II DPRD PALI, M. Budi Hoiru, Asri menyampaikan bahwa sejatinya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 40 tahun 2017 harus ditinjau kembali dengan kondisi saat ini.

“Hak masyarakat untuk menolak, tetapi kami tidak menganjurkan,” cetusnya, sebagaimana dikutip dari  sebuah media online, beberapa waktu lalu.

Suara lainnya yang nampak lebih care juga muncul dari Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Hariyadi. Ia berharap permasalahan penggantian lahan warga yang terimbas proyek pengerjaan survei seismik 3D oleh PT Daqing Citra di Sumatera Selatan sebagai pemenang lelang, dapat dilakukan secara persuasif dan damai.

Menurut Bambang, masyarakat juga sejatinya memiliki hak yang utuh atas lahan miliknya yang memang sudah ditinggalinya selama bertahun-tahun tersebut. Meski demikian, lanjutnya, pengerjaan proyek survei seismik 3D Abab ini juga tidak kalah pentingnya untuk kepentingan bangsa dan negara.

Mengingat kebutuhan energi (minyak) dalam negeri yang memang sangat tinggi. Sementara cadangan minyak kita terbatas. Sehingga butuh eksplorasi sumber-sumber atau sumur minyak baru. Terlebih lagi pemerintah juga telah menargetkan lifting minyak sebesar 1 juta barel per hari, yang hingga saat ini masih jauh dari target.

"Sempat dijelaskan juga bahwa harga pengganti lahan warga itu berdasarkan Peraturan gubernur Sumsel di tahun 2017 lalu. Artinya sudah berusia lebih dari lima tahun yang lalu. Tentu sangat wajar jika warga minta harga penggantian lahannya disesuaikan dengan harga dan kondisi saat ini," ungkap Politisi Fraksi Partai Gerindra itu, sebagaimana dikutip dari portal dpr.go.id.

Saran penulis, menyikapi permasalah yang berlarut ini, masyakarat yang merasa dirugikan bisa mencoba menempuh langkah hukum dengan melaporkan pihak terkait ke istitusi sesuai yurisdiksinya.

Sebagai contoh bila ada oknum TNI yang dipandang melanggar etika atau menyalahgunakan kewenangan, dapat dilaporkan ke Satuan Polisi Militer Angkatan Darat. Begitu juga bila ada oknum Polri yang melakukan tindakkan semena-mena, silahkan laporkan ke Propam Polres atau Polda.

Sedangkan, peristiwa hukum memasuki lahan oranglain tanpa izin, dan/atau melakukan perusakan, bisa saja dilaporkan secara pidana dan digugat secara perdata dengan klasifikasi Perbuatan Melawan Hukum (PMH), sebagaimana pasal 1365 KUHPerdata.**

 

Penulis : Adv. J. Sadewo, S.H., M.H. (Jurnalis, Advokat dan Pengamat Sosbudkumpol)

BERITA TERKAIT

Panwaslu Kecamatan Talang Ubi Buka Pendaftaran PTPS, Berikut Syarat Jadi PTPS

13 September 2024 97

PALI [kabarpali.com] - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten PALI melalui [...]

Buat Guru "Melek" Hukum, LKBH PGRI PALI Terbitkan Buku

09 Oktober 2024 292

PALI [kabarpali.com] - Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Persatuan [...]

Debat Perdana Pilkada PALI Kurang "Greget", Pengamat Sebut Seperti Diskusi

08 Oktober 2024 512

Palembang [kabarpali.com] - Pelaksanaan debat perdana Calon Bupati Kabupaten [...]

close button