Desa Pemekaran. Apa yang diharap - Apa yang Didapat
Oleh : *) Hengky Yohanes
PEMEKARAN Desa sebagai wujud pengejahwantahan serapan aspirasi yang berkembang di masyarakat, idealnya dapat meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik guna percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat dalam sebuah keselarasan meningkatkan kemampuan pemerintah desa memperpendek rentang kendali sehingga efektifitas penyelenggaraan pemerintah yang hirarki dan pengelolaan pembangunan dapat terwujud.
Namun, jika dirunut kebelakang, dalam proses pemekaran suatu desa kerap dilakukan dengan berbagai rekayasa dan memaksakannya, padahal mestinya pemekaran atau bahkan perluasan desa adalah suatu yang alami, sehingga prosesnya juga haruslah alami, jikapun ada rekayasa untuk mempersiapkannya, rekayasanya juga harus berjalan alami, agar jangan terjadi desa setelah pemekaran malah menjadi tidak berkembang. Hal ini perlu dicermati agar semangat perluasan dan pemekaran wilayah tidak hanya sekedar kepentingan “sesaat” atau keinginan kelompok ataupun kepentingan politik, termasuk hanya sekedar bagi-bagi kekuasaan sebagaimana yang dijumpai di tengah masyarakat.
Menelaah beberapa syarat yang mesti terpenuhi dalam Undang Undang nomor 6 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tahun 2014 sebagimana diubah dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 47 tahun 2015 khususnya yang mengatur tentang mekanisme pembentukan sebuah desa (UU Desa/ pasal 8 huruf b. (3) harus memenuhi syarat terpenuhinya jumlah penduduk paling sedikit untuk wilayah Sumatera 4.000 jiwa atau 800 kepala keluarga serta batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/Walikota (f.)
Dari penelusuran Pendopo Media Center terhadap ketetapan Bupati Penukal Abab Lematang Ilir tentang pembentukan desa persiapan melalui Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 013 dan 014 tertanggal 10 april 2015 sebagaimana lampiran Perbup tersebut menyebutkan bahwa jumlah penduduk Desa Persiapan Pandan Ilir sebanyak 1.241 Jiwa, 369 KK, Desa Persiapan Tanah Abang Barat 1.604 jiwa, 307 KK dalam Kecamatan Tanah Abang. Desa Persiapan Gunung Menang Timur 1.638 jiwa, 366 KK dan Desa Persiapan Purun Selatan 1.871 jiwa, 478 KK dalam Kecamatan Penukal (Lampiran Perbup 013/2015).
Begitupun (lampiran Perbup 014) terahadap 3 Desa dalam Kecamatan Talang Ubi; Desa Persiapan Jerambah Besi 1.136 jiwa , 232 KK, Desa Persiapan Maju Jaya 1.141 jiwa, 324 KK, dan Desa Persiapan Simpang Solar 1.149 jiwa, 305 KK. Desa dalam Kecamatan Tanah Abang yakni Desa Persiapan Tanjung Harapan 1.025 jiwa, 301 KK. Lalu 3 Desa dalam Kecamatan Penukal Utara; Desa Persiapan Tempirai Barat 4.261, 813 KK, Desa Persiapan Tanding Jaya 653 jiwa, 162 KK dan Desa Persiapan Madu Kincing 1.073 jiwa, 246 KK.
Dari data di atas, hanya Desa Persiapan Tempirai Barat (hasil pemekaran Desa induknya; Tempirai Selatan) Kecamatan Penukal Utara yang berpotensi memenuhi syarat sebgaimana amanat UU Desa meski data tersebut patut diuji kembali karena pada kenyataannya apa yang tertera dalam Perbup berbeda dengan rekapitulasi hasil pendataan penduduk Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir. Data ini berdasarkan surat nomor 470/328/DUK-CAPIL/2014 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir tahun 2014 tertanggal 23 Desember yang menyebutkn jumlah penduduk Desa Tempirai Selatan sebelum dimekarkan berjumlah hanya 4.053 jiwa, 1.248 KK. Jelas dari data tersebut lampiran Perbup Nomor 014 terdapat selisih 4.673 jiwa dan 458 KK lebih sedikit dibanding rekapitulasi hasil data kependudukan Disdukcapil.
Sementara itu, kelengkapan persyaratan lainnya berupa batas wilayah desa pemekaran yang dinyataakan dalam peta tidak ditemukan dalam lampiran Perbup 013 dan 014, hal ini juga diakui oleh beberapa Pejabat Sementara (Pjs.) Kepala Desa persiapan.
Nasib Desa Pemekaran Terkontang Kantung
Dugaan berbagai rekayasa data dan atau memaksakannya inilah lalu membuat celah peningkatan status Desa Persiapan menjadi Desa Mandiri (definitif) menjadi batal. Pasalnya, pada saat evaluasi persetujuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) oleh Gubernur akan menolak Raperda tersebut karena dinilai tidak memenuhi persyaratan seperti diurai di atas.
Hal ini diperparah jika Gubernur menolak memberikan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU Desa, sehingga Raperda tersebut tidak dapat disahkan dan tidak dapat diajukan kembali dalam waktu 5 (lima) tahun setelah penolakan oleh Gubernur dan Desa Persiapan akan dihapus serta wilayahnya kembali ke desa induk
Alhasil, nasib desa pemekaran akan terkontang kantung, keinginan atau bahkan ambisi membangun desa mesti terhenti karena terganjal aturan. Jika dilanjutkan, hanya akan memberatkan beban Anggaran Pendapatan Belaja Daerah (APBD) saja. Sementara itu, beberapa diantara Desa Persiapan disinyalir terdapat gap yang tidak semestinya terjadi oleh Kepala desa dan para perangkat desanya seolah-olah Pjs. Kepala Desa telah memiliki kewenangan penuh mengurus desa (persiapan) nya.
Kalau sudah begini lantas siapa yang bertanggung jawab. Masyarakat nyaris terbuai dengan gegap gempita desanya yang tak lama lagi menjadi desa mandiri, pejabat Kepala Desa (Sementara) yang terlanjur berkuasa dan mesti terhenti menggapai visi. Kepala Desa Induk sebagai pemrakarsa pemekaran, Kepala Wilayah (Camat) setempat atau bahkan Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) terkait kah (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa) yang patut dipersalahkan karena lalai memperhatikan amanat UU Desa atau ada kepentingan-kepentingan lain di luar maksud dan cita-cita pemekaran itu sendiri.
Ada apa dengan Perbup 013 dan 014 yang dibuat terpisah padahal tanggal ditetapkannya sama-sama 10 April 2015, ada apa dengan Perbup 013 dan 014 yang terkesan digenjot sebelum berakhirnya masa jabatan Penjabat Bupati pada 22 April 2015 yang nyaris selisih tujuh hari kerja sehingga tak lagi menghiraukan batas wilayah desa pemekaran, ada apa dengan pejabat yang enggan berkordinasi satu dengan lainnya terkait pebedaan data kependudukan, pertanyaan di atas oleh sebagian kelompok/ anggota masyarakat yang sempat dimintai komentarnya mengarah pada pernyataan yang sama, yakni kepentingan politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015. Benarkah? Waallahualam bissawaf.
Jika Terlanjur, Bagaimana Solusinya ?
Tidak ada jalan lain, alasan mengapa pemekaran desa dapat dianggap sebagai salah satu keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang terbatas / terukur diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan desa induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas. Melalui proses perencanaan pembangunan desa pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.
Lalu, percepatan pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi desa berbasiskan potensi lokal, sehingga memberikan peluang untuk menggali berbagai potensi ekonomi desa baru yang selama ini tidak tergali.
Pada tenggat waktu yang hanya tersisa satu setengah tahun kedepan, seluruh komponen desa persiapan mulai dari Kepala Desa Induk, Camat dan BPMPD sudah barang tentu mesti lebih serius dalam melakukan pembinaan. Kesalahan dan kealpaan yang masih dapat ditolelir masih dapat diperbaiki sebelum kurun waktu maksimal tiga tahun untuk ditetapkannya Desa Persiapan menjadi desa mandiri berakhir.
Mungkinkah program-program pemerintah seperti trnsmigrasi cocok diberlakukan demi mencukupi jumlah penduduk sebagaimana yang dipersyaratkan UU Desa dan percepatan pembuatan batas wilayah desa yang tak kalah penting.
Lebih rinci, pemekaran (tentu juga penghapusan dan penggabungan) desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui; peningkatan pelayanan, percepatan pertumbuhan kehidupan masyarakat, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian desa, percepatan pengelolan potensi desa dan peningkatan rasa aman serta peningkatan hubungan yang serasi antara desa, desa hingga ke pusat.
Jika diamati sepintas, kondisi ini disatu pihak menunjukkan adanya perkembangan yang mengarah kepada perbaikan dan pendekatan peningkatan pelayanan publik kepada masyarakat yang diharapkan akan mensejahterakan penduduk di desa yang baru dimekarkan. Namun di lain pihak perkembangan ini juga menimbulkan kekhawatiran karena beban APBD dan APBN untuk membiayai desa yang dimekarkan akan semakin berat. Lebih dari itu, pemekaran yang marak ini belum tentu akan jauh lebih mengefisiensikan kinerja pemerintahan, mendekatkan pelayanan publik dan belum tentu pada akhirnya akan mensejahterakan rakyat seperti yang dikemukakan dan dicita-citakan para pemrakarsanya.
Meski demikian, tidak semua desa yang dimekarkan mendapat predikat negatif. Walaupun ditemui sejumlah hasil yang menggembirakan namun sejumlah masalah juga muncul dan semakin lama menjadi semakin besar, yakni antara lain; kentalnya warna kedaerahan (termasuk ide dominasi putra daerah) di dalam semua proses dan bidang sosial, politik, budaya serta ekonomi, lalu ditemukannya potensi konflik kepentingan antar elite yang pada akhirnya berdampak pada konflik antar massa masing-masing pendukung. Ketidakjelasan relasi antar fungsi dalam sistem pemerintahan pusat dengan desa dan antar desa.
Jadi walaupun UU No. 06/2014 tentang Desa membuka ruang untuk dilangsungkannya proyek pemekaran dengan fungsi desentralisasi-otonomi desa sendiri, diperlukan kearifan dari para pengambil kebijakan untuk secara hati-hati dalam meresponsnya, yaitu diperlukan pengkajian ulang yang dapat dijadikan dasar untuk memproses, menyetujui atau menolak usul pemekaran tersebut. (31/10). *) Penulis adalah Ketua Pendopo Media Center