Tanah Amblas di Kartadewa, Kades Bela Perusahaan: Tambang Lebih Dulu Ada Dibanding Pemukiman
PALI [kabarpali.com] - Bencana tanah amblas dan longsor di Desa Kartadewa, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) terus berlanjut. Perusahaan tambang batubara PT. Pendopo Energy Batubara (PEB) telah mengakui bahwa aktivitas mereka menjadi penyebab utama kejadian ini.
Namun, Kepala Desa Kartadewa, Yan Amran, menyatakan bahwa perusahaan tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas bencana tersebut. Menurutnya, aktivitas pertambangan telah lebih dulu ada di wilayah itu sebelum munculnya pemukiman penduduk.
"Pada tahun 2008, belum ada pemukiman di sekitar area tambang. Baru setelahnya, banyak warga yang membangun rumah dan membuka usaha di sana, sehingga situasinya menjadi seperti sekarang," ujar Yan Amran pada Sabtu (15/3/2025).
Diketahui, lokasi tambang PT. PEB berdekatan dengan pemukiman warga Kartadewa dan hanya berjarak sekitar 100 meter dari jalan raya lintas Provinsi Sumatera Selatan, PALI - MUBA.
Namun, pernyataan Kades ini dibantah oleh warga setempat. Mereka justru menegaskan bahwa masyarakat telah lebih dulu tinggal di wilayah tersebut sebelum PT. PEB mulai melakukan eksploitasi.
"Itu tidak benar. Kami sudah lama menetap di sini sebelum tambang ini beroperasi. Namun, entah mengapa, perusahaan ini tetap diizinkan beraktivitas begitu dekat dengan pemukiman?" ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Tanah amblas dan longsor yang terjadi di sekitar tambang telah menyebabkan kerugian besar bagi warga. Hingga kini, banyak rumah dan halaman warga mengalami retak-retak akibat pergeseran tanah.
"Kami sangat khawatir, takut kalau tanah amblas ini semakin meluas dan merusak rumah kami," ungkap seorang warga yang terdampak.
Menanggapi situasi ini, Ketua Forum Masyarakat Bumi Serepat Serasan (Formas Busser), Rully Pabendra, menyoroti perizinan operasi tambang tersebut, termasuk kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Ia menegaskan bahwa tambang batubara tidak bisa beroperasi sembarangan di lahan yang rentan terhadap amblas dan erosi.
"Perlu dicek kembali apakah operasional tambang ini sudah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) PALI. Jangan-jangan perusahaan ini telah melanggar hukum?" tegas Rully.
Kasus ini masih menjadi perhatian masyarakat, dan mereka berharap pemerintah serta pihak berwenang segera mengambil langkah untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan di daerah tersebut. [red]