Sering Cetus Gejolak Sosial, Pertamina Adera Sedang Tidak Baik-baik Saja?
PALI [kabarpali.com] - Berbagai bentuk gejolak sosial di tengah masyarakat, akhir-akhir ini kerap tercetus sebagai dampak dari beragam insiden yang terjadi pada lapangan produksi PT. Pertamina EP Hulu Rokan Zona 4 Adera Field.
Banyaknya insiden tersebut menunjukkan bahwa ada sesuatu hal yang sedang tidak baik-baik saja di perusahaan tambang migas tersebut. Kelestarian lingkungan, keamanan dan ketenteraman sosial masyarakat, serta keselamatan pekerja, merupakan beberapa hal yang biasanya selalu menjadi prioritas serta komitmen industri hulu migas.
Namun begitu, bermacam tragedi yang mencetus gejolak sosial akhir-akhir ini, justru telah mencoreng kinerja Pertamina Adera Field di mata masyarakat Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan. Mereka menduga, Adera Field bukan hanya sedang sial. Tetapi ada indikasi yang tak beres di sana.
"Banyak insiden seperti pipa pecah karena korosif, disabotase, dan terakhir semburan gas di pesisir Lematang, adalah beberapa kejadian yang telah membuat resah dan tentu juga merugikan masyarakat," ujar Ketua Forum Masyarakat Bumi Serepat Serasan (Formas Busser) Rully Pabendra, Senin (18/3/2024).
Kejadian kebocoran pipa pecah karena korosif baru-baru ini terjadi di Desa Benuang Kecamatan Talang Ubi. Lokasi pipa yang bocor di Trunkline SP Benuang - PPP Pengabuan di Desa Talang Kampai Desa Benuang. Kejadian pipa bocor pertama pada Sabtu, 13 Januari 2024.
Insiden kebocoran pipa minyak kemudian juga terjadi pada lokasi yang sama di wilayah Desa Benuang Kecamatan Talang Ub, tepatnya di pinggir jalan lintas PALI-Sekayu, pada awal Maret 2024 lalu. Aliran minyak mentah keluar dari dalam tanah dan mengalir masuk ke sejumlah kebun milik warga mengikuti aliran air.
Atas kejadian itu, warga setempat merasa dirugikan karena tidak bisa beraktivitas seperti biasa karena khawatir minyak mentah yang mengalir bisa mencetus api. Selain itu, aliran minyak yang menggenangi kebun bisa menyebabkan tanaman tidak produktif hingga terancam kematian.
Terakhir, kebocoran sumur gas milik Pertamina Adera Field juga terjadi di Desa Curup Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten PALI, Provinsi Sumatera Selatan, sejak tanggal 12 Maret 2024. Meski informasinya sumur tambang itu sudah tidak dipergunakan lagi. Namun tak urung menyebabkan penduduk setempat gempar dan dicekam ketakutan.
“Masyarakat dihantui rasa cemas, rasa takut, sesak nafas, batuk-batuk yang diakibatkan oleh bau menyengat dari kebocoran gas bumi dan terganggunya mata pencaharian masyarakat sekitar sudah berlangsung selama kurang lebih selama 6 (enam) hari,” ujar Abu Rizal, Kader Jaringan Muda PALI, sekaligus warga sekitar, Senin 18 Maret 2024.
Kelalaian pihak Pertamina itu telah menyebabkan setidaknya 108 Kepala Keluarga yang berdomisili disekitar tempat kebocoran gas bumi milik PT. Pertamina EP Adera Field mengalami kerugian materiil dan imateriil tak sedikit.
"Selain masyarakat yang berdomisili di sekitar tempat kejadian, terdapat 8 usaha tambang pasir dan puluhan pekerja penambang pasir dirugikan oleh kejadian ini," tambah Abu Rizal.
Tuti Dwi Patmayanti Head of Comrel & CID Zona 4, melalui Humas Pertamina Adera Field Deta Prasetyo, dalam release berita mengakui kebocoran terjadi di sumur Migas tidak aktif (suspended) RJA-54 yang berlokasi di Desa Curup, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan.
Kebocoran yang diduga berasal dari kepala sumur tersebut, diketahui pada selasa (12/3), pukul 09.00 WIB. Dikatakannya, PEP Adera Field segera melokalisir lokasi sumur dengan memasang barikade dengan safety line dan melakukan upaya pengamanan pada jarak aman sekitar lokasi.
“Kami telah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengatasi kejadian ini,” pungkasnya.
Meski begitu, dari perspektif hukum, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PALI Advokat J. Sadewo, S.H.,M.H., mengatakan bahwa insiden yang disebabkan kelalaian pihak Adera Field itu bisa diancam dengan sanksi pidana maupun perdata. Terutama bila dampak insiden itu menimbulkan kerugian pihak lain.
“Bila mengacu pada Undang undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pada Pasal 99 ayat (1) berbunyi: Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah),” tutur pria yang akrab disapa Josa itu, Senin (18/3/2024).
Sedangkan secara Perdata, tambah Josa, perusahaan yang melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), sehingga menimbulkan kerugian kepada pihak lain atas aktivitas industri mereka, baik sengaja atau karena kealpaan, bisa diancam dengan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Perusahaan tersebut bisa digugat untuk membayar ganti kerugian baik materiil maupun imateriil.
Menurutnya, perusahaan Pertamina EP Adera Field mempunyai kelengkapan Sumber Daya Manusia (SDM) dan semua perangkat yang mendukung terlaksananya sistem kinerja yang baik, demi terlaksananya tata kelola operasional industri hulu migas yang lancar, tertib dan aman. Oleh karenanya itu, semestinya insiden-insiden yang tak dikehendaki tersebut tidak terjadi atau setidaknya bisa diminimalisir.
“Pertama, tentu perusahaan harus taat aturan. Untuk itu, semua sumber daya harus dioptimalkan. Misal, mereka kan punya tenaga kerja Pemeriksa jalur pipa (checker line), punya Petugas Keamanan (PK), dan lain-lain. Maka seharusnya bisa meminimalisir sabotase line pipa atau ilegal tapping. Kemudian, secara aturan pipa distribusi harus diganti secara berkala agar terhindar dari pecah atau bocor karena korosi. Bila ini dilakukan secara patuh dan sungguh-sungguh, maka bisa mencegah insiden seperti yang kerap terjadi,” pungkasnya.[rbn/red]