Musim Pilkada : Demi Kepentingan Publik, Wartawan Jangan Berpolitik

Oleh Redaksi KABARPALI | 05 September 2024
J. Sadewo


Memasuki musim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, tensi politik dipastikan akan terus meningkat, seiring mendekati hari H tahapan pemungutan suara, 27 November 2024 nanti. Di tengah gemuruh pesta demokrasi itu, seluruh elemen masyarakat turut terlibat dan melibatkan diri. Tak terkecuali insan pers atau wartawan.

Posisi pers yang strategis memang kerap kali dimanfaatkan para kandidat untuk menyukseskan tujuan mereka, sehingga kursi jabatan yang diperebutkan lebih mudah didapatkan. Pers biasanya digunakan untuk mempengaruhi opini publik dan mem-branding kontestan. Membangun popularitas dan meningkatkan elektabilitas.

Hanya saja, perlu kita mengingatkan diri sendiri, bahwa pers sebagai pilar keempat demokrasi, sepatutnya wajib menjaga demokrasi itu untuk terus tegak berdiri, dengan sikapnya yang tetap independen atau hanya berpihak pada kepentingan publik semata.

Pers yang tercebur dalam pusaran politik kepentingan pada kontestasi Pilkada, dipastikan sulit menjaga indepedensinya. Output dari hasil karya jurnalistik mereka juga dipastikan tidak lagi bisa berimbang dan objektif, sebagaimana amanat undang-undang Pers.

Alih-alih mencerahkan, framming publikasi yang diterbitkan dengan satu sudut pandang pesanan, justru malah bisa menyesatkan masyarakat sebagai pembaca. Bila sudah demikian, secara jangka panjang, perusahaan media tersebut juga akan dirugikan. Karena integritas yang selama ini dibangun mungkin bisa saja malah jadi hancur, dan marwah pers pun dipertaruhkan.

Wartawan sebagai person, rakyat dari bangsa ini, tentu memiliki hak politik juga yang dijamin oleh konstitusi negeri ini sebagai sebuah hak asasi. Ia memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam kontestasi politik. Hanya saja, sebagai profesional yang mengemban tugas mulia, wartawan harus menjaga sikapnya, agar tetap bisa dipercaya dan terpercaya.

Godaan sekaligus tantangan terbesar sebuah industri media, adalah sisi bisnis yang harus beririsan dengan dapur redaksi. Iming-iming keuntungan secara materi, maupun janji-janji politik bagi kepentingan pribadi awak media, menjadi dasar kesepakatan suksesi pemenangan kandidat tertentu.

Meski kerjasama Bussines to bussines (B to B) tidak haram, ketidak jelasan konsep kerjasama, kerapkali mempengaruhi produk jurnalistik yang dihasilkan, sehingga bisa berdampak buruk bagi citra media maupun informasi yang dikonsumsi publik. Idealnya, kerjasama yang dijalin adalah semata kesepakatan di ruang bisnis (iklan, advertorial, dll), bukan turut masuk dan mengatur dapur redaksi.

Meski telah terjalin kesepakatan bisnis. Kerjasama dengan media haruslah kerjasama yang bersifat tidak mengikat. Sehingga media massa dapat tetap merdeka berkarya. Tak terkecuali, menjalin juga kerjasama dengan pihak lainnya.

Sebagai pernyataan sikapnya, Dewan Pers RI telah mengeluarkan surat edaran Nomor 01/SE-DP/XII/2022 tentang peringatan kepada seluruh insan pers di Indonesia yang terlibat dalam politik praktis atau mencalonkan diri sebagai calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah serta menjadi tim sukses agar mengundurkan diri sebagai jurnalis.

Surat Edaran itu menjelaskan, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Kemudian Pasal 6 UU Pers menyebut lima poin peranan pers antara lain memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.

Pers nasional harus menjadi wasit yang profesional dan adil. Nilai-nilai moral dan etik wartawan yang terdapat di dalam Kode Etik Jurnalistik harus ditaati. Dalam Pemilu atau Pilkada, independensi dan keberimbangan wartawan menjadi isu utama karena masih sering dilanggar. Dewan Pers mengingatkan kembali pentingnya komunitas pers menegakkan Kode Etik Jurnalistik sebagai jalan terbaik untuk menjaga kemerdekaan pers dan kepercayaan publik.

Oleh karena itu, di tengah momentum Pilkada serentak 2024 ini, patutlah kita semua insan pers, maupun pihak lain yang peduli dengan kemerdekaan pers, merenungkan dan memahami bahwasannya para pegiat pers sama dengan politisi yang semestinya memberikan pendidikan politik yang mencerahkan. Bukan justru bermufakat menyesatkan publik, demi kepentingan pribadi atau golongan semata.*)

Penulis : J. Sadewo,S.H.,M.H. (jurnalis, praktisi hukum)

BERITA LAINNYA

57478 Kali9 Elemen Jurnalisme Plus Elemen ke-10 dari Bill Kovach

ADA sejumlah prinsip dalam jurnalisme, yang sepatutnya menjadi pegangan setiap [...]

25 Maret 2021

29573 KaliHore! Honorer Lulusan SMA Bisa Ikut Seleksi PPPK 2024

Kabarpali.com - Informasi menarik dan angin segar datang dari Kementerian [...]

09 Januari 2024

20873 KaliIni Dasar Hukum Kenapa Pemborong Harus Pasang Papan Proyek

PEMBANGUNAN infrastruktur fisik di era reformasi dan otonomi daerah dewasa ini [...]

30 Juli 2019

20631 KaliWarga PALI Heboh, ditemukan Bekas Jejak Kaki Berukuran Raksasa

Penukal [kabarpali.com] – Warga Desa Babat Kecamatan Penukal [...]

18 Agustus 2020

19488 KaliFenomena Apa? Puluhan Gajah Liar di PALI Mulai Turun ke Jalan

PALI [kabarpali.com] - Ulah sekumpulan satwa bertubuh besar mendadak [...]

15 Desember 2019

Memasuki musim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, tensi politik dipastikan akan terus meningkat, seiring mendekati hari H tahapan pemungutan suara, 27 November 2024 nanti. Di tengah gemuruh pesta demokrasi itu, seluruh elemen masyarakat turut terlibat dan melibatkan diri. Tak terkecuali insan pers atau wartawan.

Posisi pers yang strategis memang kerap kali dimanfaatkan para kandidat untuk menyukseskan tujuan mereka, sehingga kursi jabatan yang diperebutkan lebih mudah didapatkan. Pers biasanya digunakan untuk mempengaruhi opini publik dan mem-branding kontestan. Membangun popularitas dan meningkatkan elektabilitas.

Hanya saja, perlu kita mengingatkan diri sendiri, bahwa pers sebagai pilar keempat demokrasi, sepatutnya wajib menjaga demokrasi itu untuk terus tegak berdiri, dengan sikapnya yang tetap independen atau hanya berpihak pada kepentingan publik semata.

Pers yang tercebur dalam pusaran politik kepentingan pada kontestasi Pilkada, dipastikan sulit menjaga indepedensinya. Output dari hasil karya jurnalistik mereka juga dipastikan tidak lagi bisa berimbang dan objektif, sebagaimana amanat undang-undang Pers.

Alih-alih mencerahkan, framming publikasi yang diterbitkan dengan satu sudut pandang pesanan, justru malah bisa menyesatkan masyarakat sebagai pembaca. Bila sudah demikian, secara jangka panjang, perusahaan media tersebut juga akan dirugikan. Karena integritas yang selama ini dibangun mungkin bisa saja malah jadi hancur, dan marwah pers pun dipertaruhkan.

Wartawan sebagai person, rakyat dari bangsa ini, tentu memiliki hak politik juga yang dijamin oleh konstitusi negeri ini sebagai sebuah hak asasi. Ia memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam kontestasi politik. Hanya saja, sebagai profesional yang mengemban tugas mulia, wartawan harus menjaga sikapnya, agar tetap bisa dipercaya dan terpercaya.

Godaan sekaligus tantangan terbesar sebuah industri media, adalah sisi bisnis yang harus beririsan dengan dapur redaksi. Iming-iming keuntungan secara materi, maupun janji-janji politik bagi kepentingan pribadi awak media, menjadi dasar kesepakatan suksesi pemenangan kandidat tertentu.

Meski kerjasama Bussines to bussines (B to B) tidak haram, ketidak jelasan konsep kerjasama, kerapkali mempengaruhi produk jurnalistik yang dihasilkan, sehingga bisa berdampak buruk bagi citra media maupun informasi yang dikonsumsi publik. Idealnya, kerjasama yang dijalin adalah semata kesepakatan di ruang bisnis (iklan, advertorial, dll), bukan turut masuk dan mengatur dapur redaksi.

Meski telah terjalin kesepakatan bisnis. Kerjasama dengan media haruslah kerjasama yang bersifat tidak mengikat. Sehingga media massa dapat tetap merdeka berkarya. Tak terkecuali, menjalin juga kerjasama dengan pihak lainnya.

Sebagai pernyataan sikapnya, Dewan Pers RI telah mengeluarkan surat edaran Nomor 01/SE-DP/XII/2022 tentang peringatan kepada seluruh insan pers di Indonesia yang terlibat dalam politik praktis atau mencalonkan diri sebagai calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah serta menjadi tim sukses agar mengundurkan diri sebagai jurnalis.

Surat Edaran itu menjelaskan, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Kemudian Pasal 6 UU Pers menyebut lima poin peranan pers antara lain memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.

Pers nasional harus menjadi wasit yang profesional dan adil. Nilai-nilai moral dan etik wartawan yang terdapat di dalam Kode Etik Jurnalistik harus ditaati. Dalam Pemilu atau Pilkada, independensi dan keberimbangan wartawan menjadi isu utama karena masih sering dilanggar. Dewan Pers mengingatkan kembali pentingnya komunitas pers menegakkan Kode Etik Jurnalistik sebagai jalan terbaik untuk menjaga kemerdekaan pers dan kepercayaan publik.

Oleh karena itu, di tengah momentum Pilkada serentak 2024 ini, patutlah kita semua insan pers, maupun pihak lain yang peduli dengan kemerdekaan pers, merenungkan dan memahami bahwasannya para pegiat pers sama dengan politisi yang semestinya memberikan pendidikan politik yang mencerahkan. Bukan justru bermufakat menyesatkan publik, demi kepentingan pribadi atau golongan semata.*)

Penulis : J. Sadewo,S.H.,M.H. (jurnalis, praktisi hukum)

BERITA TERKAIT

Panwaslu Kecamatan Talang Ubi Buka Pendaftaran PTPS, Berikut Syarat Jadi PTPS

13 September 2024 96

PALI [kabarpali.com] - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten PALI melalui [...]

Buat Guru "Melek" Hukum, LKBH PGRI PALI Terbitkan Buku

09 Oktober 2024 290

PALI [kabarpali.com] - Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Persatuan [...]

Bayang – Bayang Politik Uang pada Pilkada Serentak 2024

08 Oktober 2024 523

Membicarakan soal politik uang (money politic) rasanya takkan ada habisnya. [...]

close button