Karhutlah di Sumsel Makin Meluas, PALI diurutan keempat
SUMSEL - Kebakaran hutan dan lahan (karhutlah) yang terjadi di Sumatera Selatan masih terus meluas. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan, luasan lahan yang sudah terbakar mencapai 2.859,022 hektare per Rabu (11/9).
Daerah dengan jumlah lahan terbakar paling luas yakni 1.066,29 hektare di Kabupaten Musi Banyuasin, 596,6 hektare di Ogan Komering Ilir, 505,19 hektare di Ogan Ilir, 252,45 hektare di Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), serta 249,25 hektare di Banyuasin.
Komandan Satgas Penanggulangan Karhutla Sumsel, Kolonel Arhanud Sonny Septiono berujar, dari total 2 ribu hektare lahan yang terbakar tersebut, sebagian besar milik perusahaan. Meski tidak menyebut rinciannya. Sedangkan milik masyarakat hanya sedikit. Seiring masih berlangsungnya musim kemarau, luasan karhutlah itu pun berpotensi bertambah.
"Kalau masyarakat tidak mungkin sangat luas kebakarannya. Lalu yang jadi pertanyaan, lahan yang terbakar itu kalau dilihat dari pantauan udara berbentuk petakan seakan kebakaran bertujuan untuk buka lahan. Tapi kalau api mendekat ke kebun sawit, padam. Kurang ajar itu namanya, kita dimain-mainin saja," kata Sonny, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (13/9).
Dirinya berujar, seharusnya perusahaan ikut membantu memadamkan api sejak ditemukan, sehingga api tidak terlalu meluas. Saat ini, pihaknya pun tidak memiliki kewenangan untuk menutup perusahaan yang lahan konsesusnya terbakar.
"Seharusnya perusahaan yang lahannya masih terbakar tutup saja izinnya. Kami tidak ada kewenangan itu, kami hanya pemadaman di lapangan saja," kata dia.
Dirinya menyontohkan seperti Tim Khusus Sungai Citarum yang memiliki kewenangan untuk menutup perusahaan yang membuang limbah ke sungai. Izin baru akan diberikan kembali jika sudah bisa mengolah limbahnya masing-masing.
"Ini sekarang kita seperti setengah-setengah," kata dia.
Sementara itu Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan Hairul Sobri berujar, pihaknya menemukan 362 titik api yang berada di dalam wilayah izin konsesi korporasi pada Juli hingga 8 September 2019.
Sebanyak 153 di antaranya berada di wilayah perkebunan kayu, 42 diantaranya berada di pertambangan, serta 167 diantaranya berada di perkebunan lainnya seperti sawit dan karet.
Dirinya menjelaskan lemahnya pengawasan upaya restorasi ekosistem gambut, khususnya pada kawasan konsesi mengakibatkan penanganan karhutla tidak mengalami kemajuan, bahkan semakin memburuk jika mempertimbangkan peningkatan data titik api saat ini.
Pada sisi keterbukaan informasi, publik pun tidak pernah disajikan aksesibilitas terhadap dokumen-dokumen pemegang konsesi, khususnya dalam upaya melakukan restorasi.
"Upaya restorasi yang kami temukan di lapangan justru lebih konsisten dilakukan oleh masyarakat," kata dia.[red/cnn]