Batubara Berceceran di jalan Lintasan, Bisa Cemari Lingkungan Loh!
PALI [kabarpali.com] – Operasional industri tambang batubara di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Provinsi Sumatera Selatan, masih saja meninggalkan beragam keluhan dan kekhawatiran masyarakat akan potensi dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan sosial.
Selain menyebabkan jalan umum hancur karena dilintasi ratusan armada yang mengangkut hasil tambang dengan volume belasan ton. Dampak buruk lainnya adalah ancaman pencemaran lingkungan, karena batubara yang diangkut kemudian berceceran di sepanjang lintasan.
Ceceran batubara yang berada di sisi jalan, biasanya terjadi karena armada angkutan hasil tambang mengalami kecelakaan, terguling, atau kelebihan muatan. Akibatnya, komoditas yang biasa disebut mutiara hitam itu berpotensi mencemari lingkungan sekitar, yang notabene adalah perkebunan warga.
Peristiwa tak diinginkan itu, contohnya terjadi di kawasan Jalan Simpang Raja – Simpang Rasau, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten PALI. Pantauan media ini pada Selasa (20/2/2024), setidaknya terdapat empat titik onggokan batubara yang tumpah ke sisi jalan, hingga ke kebun masyarakat setempat.
Ceceran batubara itu nampak dibiarkan saja, hingga terlihat menghitam di atas permukaan tanah, bercampur lumpur dan memenuhi sisi jalan di areal kebun masyarakat.
Mengenai hal ini, dijelaskan Eby, penduduk Dusun Jeramba Besi, Desa Kartadewa, Kecamatan Talang Ubi, bahwa batubara tersebut diangkut oleh armada transportir dari mulut tambang PT. BSEE di area Talang Bulang Kecamatan Talang Ubi, hendak menuju Dermaga PT. Energate Prima Indonesia (EPI) di Desa Prambatan Kecamatan Abab.
“Kemungkinan truk terguling karena kecelakaan di jalan, sehingga muatannya tumpah. Batubara yang berceceran memang nampak sudah diambil kembali, namun tidak bersih, atau disterilkan kembali dari kontaminasi batubara,” cetusnya.
Menurut Eby, armada angkutan batubara terguling memang kerap terjadi di sana. Kondisi jalan yang rusak turut memicu insiden tersebut. Oleh karenanya, paparan batubara yang tumpah terhadap lingkungan sulit dihindari. Hal ini juga bisa berdampak pada potensi pencemaran terhadap tanah dan udara.
Bisa disanksi Pidana dan digugat Perdata
Atensi terhadap indikasi pencemaran lingkungan akibat batubara yang berceceran ini, juga disampaikan oleh Forum Masyarakat Bumi Serepat Serasan (Formas Busser). Melalui Ketuanya, Rully Pabendra, Non Governmental Organization (NGO) itu, mengecam prilaku tak bertanggung jawab yang berpotensi merusak ekosistem.
“Hal seperti ini perlu menjadi perhatian semua pihak. Jangan dianggap sepele. Pencemaran lingkungan adalah kejahatan. Tak hanya bisa disanksi secara pidana, masyarakat juga bisa menuntut ganti kerugian secara perdata,” cetus Rully, Sabtu (24/2/2024).
Ditambahkan Rully, perusahaan selaku pihak yang sedang berusaha untuk mencari untung dengan cara mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) jangan sampai mengorbankan kelestarian lingkungan. Apalagi setiap korporasi yang bergerak di bidang tambang, diwajibkan melaksanakan tanggung jawab sosialnya serta pemulihan lingkungan.
“Perusahaan tambang yang tidak patuh pada aturan perundangan-undangan, bisa dikategorikan ilegal mining. Bisa dihentikan operasionalnya. Apalagi bila sampai secara sengaja terindikasi melakukan pencemaran lingkungan,” imbuh Ketua Ormas yang kerap melakukan aksi unjuk rasa ini.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten PALI, Bakrin, A.Ma., mengatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan konfirmasi dengan pihak perusahaan. Selain itu, DLH PALI juga akan memverifikasi temuan ke lapangan.
“Terima kasih informasinya. Kami akan konfirmasi dengan pihak perusahaan. Dalam waktu dekat akan verifikasi lapangan,” singkatnya, ketika dikonfirmasi kabarpali.com, via Whatsapp, Senin (26/2/2024).
Berdampak Negatif
Untuk kita ketahui dan renungkan: dikutip dari artikel yang dipublis kumparan.com, eksploitasi batubara besar-besaran secara ekologis sangat merugikan karena mengancam kerusakan lingkungan, seperti pemanasan global, polusi udara, polusi tanah, dan juga kesehatan manusia.
Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide) bila berinteraksi dengan air menghasilkan Asam sulfat yang tinggi. Sehingga dapat membunuh ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitif terhadap perubahan pH yang drastis.
Batubara yang mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium, dan isotop radioaktif yang terbentuk secara alami yang jika dibuang akan mengakibatkan kontaminasi radioaktif.
Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan memberi dampak signifikan jika dibuang ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi merkuri ke lingkungan terkonsentrasi, karena terus menerus berpindah melalui rantai makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang merupakan senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri.
Dampak lain, manusia yang menghirup udara yang mengandung partikel atau debu batubara secara berkelanjutan, dapat mempengaruhi masalah fungsi paru-paru seperti asma dan kesulitan bernapas. Mungkin saat ini masih belum terasa secara langsung, tetapi jika dianalisis jangka panjang tentu akan menjadi persoalan yang sangat mendesak.[red]