Apotik Jual Obat di Atas HET Bisa dipidana dan Denda Rp2 Miliar
PALI [kabarpali.com] – Persoalan masih banyaknya apotik yang menjual obat-obatan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) di Kabupaten PALI dikeluhkan masyarakat. Pasalnya hal itu telah memberatkan mereka, yang sedang membutuhkan penyembuhan dari sakit.
Ironisnya, hingga saat ini, pihak terkait di daerah ini masih saja terkesan menutup mata dan melakukan pembiaran hal itu terjadi. Padahal, aturannya penjualan diatas HET bisa dipidanakan dan melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 069/Menkes/SK/II/2006. Dalam pasal 62 ayat 1 regulasi itu, pelaku usaha yang melanggar tersebut diancam hukuman pidana paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000 (dua miliar).
Sebenarnya, seperti mengutip pakar hukum DR Abdul Rais SH, MH, latar belakang keluarnya peraturan ini adalah banyaknya variasi harga obat yang beredar di apotek maupun di pasaran. Keadaan ini menimbulkan ketidakpastian bagi masyarakat dalam memperoleh obat yang dibutuhkan.
Selain itu, untuk memberikan informasi harga obat yang benar dan transparan baik bagi masyarakat, perlu mencantumkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada label obat.
Selain itu, untuk memberikan informasi harga obat yang benar dan transparan baik bagi masyarakat, perlu mencantumkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada label obat.
Pada peraturan ini HET yang dicantumkan pada label obat adalah Harga Netto Apotik (HNA) ditambah PPN 10 persen ditambah margin apotik 25 persen. Dalam lampiran peraturan disebutkan pabrik obat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya peraturan ini harus sudah mencantumkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada label obat yang diproduksi dan diedarkan.
Selanjutnya, apotek dan Pedagang Besar Farmasi yang memiliki obat tanpa label HET pada kemasan lama masih boleh memperdagangkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya keputusan ini.
Apabila ditemukan pelanggaran, maka pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Pemerintah Pusat baik Kementerian Kesehatan maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan bersama dengan Pemerintah Daerah.
Dengan penetapan keputusan pemerintah ini seharusnya tidak ada apotek atau pedagang besar farmasi yang menjual melebihi ketentuan HET. Atau jika ada selisih tidak lebih dari sepuluh persen. Sebab dalam HET telah jelas menetapkan komponen untuk keuntungan apotek sebesar 25 persen ditambah PPN 10 persen.
Lantas bagaimana jika masih ditemukan adanya pelanggaran? Hal yang harus dilakukan adalah konsumen dapat menanyakan langsung kepada pelaku usaha terhadap selisih harga yang dijual dengan HET yang tercantum pada label obat. Konsumen juga dapat mengadu langsung ke instansi terkait untuk menanyakan tentang kondisi yang telah ditemukan.
Jika hal ini tidak dapat respons yang positif maka konsumen dapat mengajukan gugatan baik secara langsung ke Pengadilan Negeri ataupun ke lembaga arbitrase konsumen yakni Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) setempat. Ataupun dapat mewakilkan gugatannya kepada Yayasan Lembaga Konsumen setempat.
Hal ini perlu dilakukan karena, konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan benar terhadap barang yang dibelinya. Dan ini diatur dlam UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Yakni pada pasal 7 ayat b yang menyebutkan pelaku usaha berkewajiban memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
Selain itu, pelaku usaha juga dapat dituntut karena melanggar pasal 8 ayat 1f yang menyatakan pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan janji yang dicantumkan pada label, etiket, keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
Dalam pasal 62 ayat 1 pelaku usaha yang melanggar tersebut diancam hukuman pidana paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000 (dua miliar).[red]