Bayang – Bayang Politik Uang pada Pilkada Serentak 2024

Oleh Redaksi KABARPALI | 08 Oktober 2024
ilustrasi/net


Membicarakan soal politik uang (money politic) rasanya takkan ada habisnya. Persoalan klasik ini seakan sudah menjadi budaya, dan mustahil untuk dibasmi atau dihilangkan. Rasa pesimis dan apatis terlanjur terdoktrin di otak kita, rakyat Indonesia.

Kita semua tahu, bahwa politik uang -- sogok menyogok dalam kompetisi demokrasi, perebutan tahta penguasa, adalah sesuatu yang ilegal dan haram. Tetapi, tetap saja ada kesan permisif dan pemakluman dari mayoritas rakyat negara ini.

Hingga kini, setidaknya setelah 13 kali Pemilu dilaksanakan, tidak banyak edukasi, himbauan atau penindakan yang telah dilakukan. Para politisi berdiam diri, Aparat Penegak Hukum (APH) terkesan tutup mata, penyelenggara dan pengawas Pemilu lebih banyak bungkam juga. Dan rakyat yang menjadi komoditas politik ‘pasrah’ saja.

Dendam Tak Berkesudahan

Dalam beberapa artikel mengenai politik uang yang pernah penulis terbitkan, kerap disebut politik uang seakan menjadi ajang balas dendam tak berkesudahan, antara oknum pemilih dan politisi. Tak jelas ujung pangkalnya siapa yang memulai. Seperti pertanyaan antiklimaks “Lebih dulu ayam atau telur?” ayam lahir dari telur, dan telur dihasilkan dari reproduksi ayam.

Contohnya bisa jadi begini: ketika terpilih menjadi penguasa (legislatif atau eksekutif), seorang oknum politisi yang hakikatnya sebagai pelayan masyarakat, justru cenderung tidak amanah. Alih-alih aspiratif, ia bahkan mendadak lupa diri dan abai dengan kepentingan konstituennya dahulu. Maka, ketika moment Pemilu, Pileg atau Pilkada kembali tiba, para oknum pemilih meluapkan dendam, dengan meminta imbalan bila ingin dipilih kembali.

“Saat ini mumpung mereka sedang perlu dengan kita. Ada uang ada suara. Sebab kalau sudah jadi (penguasa), mereka akan lupa!” demikian kurang lebih prinsip mereka.

Sementara, di benak oknum politisi yang ambisi ingin jadi penguasa, bila tak ikut ‘aturan main’ politik transaksional ini, alamat akan kalah. Maka, mau tak mau harus menyiapkan logistik yang tak sedikit. Cost politik yang tinggi, mau tak mau mendesak mereka berprinsip dagang. Modal yang dikeluarkan harus kembali, ditambah untung.

Oleh karenanya, tak hanya akan lupa (tak peduli) dengan kepentingan masyarakat yang memilihnya, seorang oknum penguasa yang dihasilkan dari suatu kompetisi kotor, cenderung akan berprilaku korup dan berorientasi bisnis (keuntungan) semata.

Politik Uang pada Pilkada 2024

Suatu kondisi tak berbeda, bahkan diprediksi akan semakin parah dari kontestasi serupa sebelumnya, pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, kelamnya politik uang masih akan membayangi. Pergeseran pola politik yang terjadi di tengah masyarakat, juga turut memberi dampak signifikan.

Pola politik dimaksud adalah tingkat kesadaran negatif yang berangsur tumbuh di benak masyarakat akar rumput. Mereka telah siuman dari narasi menggugah selama ini, sadar bahwa politik itu ternyata hanyalah permainan. Politik kekinian yang terkesan adalah melulu mengenai kepentingan. Oleh karenanya perseteruan yang dibangun oleh pihak berlawanan tergambar sebagai kamuflase saja. Setelah selesai, mereka kembali bersekutu. Mewujudkan kepentingan kroni-kroninya.

Pendidikan politik yang salah ini, tentu membuat masyarakat jadi turut tersesat. Visi dan misi yang digaungkan begitu membahana, tak lain dan tak bukan hanya kedok untuk meraup simpati. Pertunjukan yang dipraktekkan elit politik di tataran atas, adalah buktinya. Nyaris tak ada kubu oposisi yang sanggup bertahan, dari tawaran mewah sang pemenang.

Dampak di akar rumput, membuat mereka ingin turut menjadi ‘player’. Tak lagi ingin sekedar jadi komoditas semata. Maka, politik uang jadi makin langgeng. Tak ada uang, tak ada suara. Banyak uang, bakalan bisa menang. Sungguh sebuah kesesatan yang massif. Oleh karenanya, tak salah bila disebut demokrasi saat ini sedang diambang kematiannya.

Lalu bagaimanakah jalan keluarnya?

Sekali lagi, pendidikan politik adalah tugas utama para politisi, yang bercokol di partai politik. Seharusnya pengkaderan di partai dapat berjalan sebagaimana mestinya. Jangan ada istilah politisi karbitan. Mereka dapat menjadi pilot project, dan memberi edukasi politik yang baik kepada masyarakat. Rekam jejak dan prestasi yang gemilang setidaknya bisa mereduksi kesan negatif selama ini.

Selain itu, penyelenggara dan pengawas Pemilu merupakan leading sector yang memastikan pesta demokrasi dapat berjalan dengan sukses tanpa ada pelanggaran. Pemilu, Pileg maupun Pilkada takkan bisa disebut sukses, bila politik uang masih lestari di sana. Maka, patutlah ada formulasi yang efektif untuk segera diterapkan. Baik berupa tindakan preventif maupun refresif.

Ayo ke Jalan yang Benar!

Pada akhirnya, penulis mengajak kita semua untuk segera kembali ke jalan yang benar. Di tangan penguasa – para politisi itu, ada tanggung jawab moril yang besar akan kemaslahatan umat. Semua sektor yang berdampak bagi warga negara, diputuskan oleh penguasa. Kita berharap ekonomi membaik, kesehatan masyarakat terjamin, fasilitas umum mudah dijangkau, pendidikan berkualitas, dan lainnya, yang semua itu ada adalah kebijakan penguasa.

Sungguh sangat mustahil, begitu banyak hajat hidup rakyat itu dapat dirasakan, jika penguasa yang kita pilih bersama adalah oknum politisi yang membeli harga diri kita dengan harga murah, hanya demi syahwat berkuasanya.

Ayo sukseskan Pilkada Serentak 2024 tanpa politik uang!!**

Penulis : J. Sadewo, S.H.,M.H. (rakyat kecil di Kab. PALI – Sumsel)

BERITA LAINNYA

62159 Kali9 Elemen Jurnalisme Plus Elemen ke-10 dari Bill Kovach

ADA sejumlah prinsip dalam jurnalisme, yang sepatutnya menjadi pegangan setiap [...]

25 Maret 2021

34540 KaliHore! Honorer Lulusan SMA Bisa Ikut Seleksi PPPK 2024

Kabarpali.com - Informasi menarik dan angin segar datang dari Kementerian [...]

09 Januari 2024

22165 KaliIni Dasar Hukum Kenapa Pemborong Harus Pasang Papan Proyek

PEMBANGUNAN infrastruktur fisik di era reformasi dan otonomi daerah dewasa ini [...]

30 Juli 2019

21404 KaliWarga PALI Heboh, ditemukan Bekas Jejak Kaki Berukuran Raksasa

Penukal [kabarpali.com] – Warga Desa Babat Kecamatan Penukal [...]

18 Agustus 2020

20319 KaliFenomena Apa? Puluhan Gajah Liar di PALI Mulai Turun ke Jalan

PALI [kabarpali.com] - Ulah sekumpulan satwa bertubuh besar mendadak [...]

15 Desember 2019

Membicarakan soal politik uang (money politic) rasanya takkan ada habisnya. Persoalan klasik ini seakan sudah menjadi budaya, dan mustahil untuk dibasmi atau dihilangkan. Rasa pesimis dan apatis terlanjur terdoktrin di otak kita, rakyat Indonesia.

Kita semua tahu, bahwa politik uang -- sogok menyogok dalam kompetisi demokrasi, perebutan tahta penguasa, adalah sesuatu yang ilegal dan haram. Tetapi, tetap saja ada kesan permisif dan pemakluman dari mayoritas rakyat negara ini.

Hingga kini, setidaknya setelah 13 kali Pemilu dilaksanakan, tidak banyak edukasi, himbauan atau penindakan yang telah dilakukan. Para politisi berdiam diri, Aparat Penegak Hukum (APH) terkesan tutup mata, penyelenggara dan pengawas Pemilu lebih banyak bungkam juga. Dan rakyat yang menjadi komoditas politik ‘pasrah’ saja.

Dendam Tak Berkesudahan

Dalam beberapa artikel mengenai politik uang yang pernah penulis terbitkan, kerap disebut politik uang seakan menjadi ajang balas dendam tak berkesudahan, antara oknum pemilih dan politisi. Tak jelas ujung pangkalnya siapa yang memulai. Seperti pertanyaan antiklimaks “Lebih dulu ayam atau telur?” ayam lahir dari telur, dan telur dihasilkan dari reproduksi ayam.

Contohnya bisa jadi begini: ketika terpilih menjadi penguasa (legislatif atau eksekutif), seorang oknum politisi yang hakikatnya sebagai pelayan masyarakat, justru cenderung tidak amanah. Alih-alih aspiratif, ia bahkan mendadak lupa diri dan abai dengan kepentingan konstituennya dahulu. Maka, ketika moment Pemilu, Pileg atau Pilkada kembali tiba, para oknum pemilih meluapkan dendam, dengan meminta imbalan bila ingin dipilih kembali.

“Saat ini mumpung mereka sedang perlu dengan kita. Ada uang ada suara. Sebab kalau sudah jadi (penguasa), mereka akan lupa!” demikian kurang lebih prinsip mereka.

Sementara, di benak oknum politisi yang ambisi ingin jadi penguasa, bila tak ikut ‘aturan main’ politik transaksional ini, alamat akan kalah. Maka, mau tak mau harus menyiapkan logistik yang tak sedikit. Cost politik yang tinggi, mau tak mau mendesak mereka berprinsip dagang. Modal yang dikeluarkan harus kembali, ditambah untung.

Oleh karenanya, tak hanya akan lupa (tak peduli) dengan kepentingan masyarakat yang memilihnya, seorang oknum penguasa yang dihasilkan dari suatu kompetisi kotor, cenderung akan berprilaku korup dan berorientasi bisnis (keuntungan) semata.

Politik Uang pada Pilkada 2024

Suatu kondisi tak berbeda, bahkan diprediksi akan semakin parah dari kontestasi serupa sebelumnya, pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, kelamnya politik uang masih akan membayangi. Pergeseran pola politik yang terjadi di tengah masyarakat, juga turut memberi dampak signifikan.

Pola politik dimaksud adalah tingkat kesadaran negatif yang berangsur tumbuh di benak masyarakat akar rumput. Mereka telah siuman dari narasi menggugah selama ini, sadar bahwa politik itu ternyata hanyalah permainan. Politik kekinian yang terkesan adalah melulu mengenai kepentingan. Oleh karenanya perseteruan yang dibangun oleh pihak berlawanan tergambar sebagai kamuflase saja. Setelah selesai, mereka kembali bersekutu. Mewujudkan kepentingan kroni-kroninya.

Pendidikan politik yang salah ini, tentu membuat masyarakat jadi turut tersesat. Visi dan misi yang digaungkan begitu membahana, tak lain dan tak bukan hanya kedok untuk meraup simpati. Pertunjukan yang dipraktekkan elit politik di tataran atas, adalah buktinya. Nyaris tak ada kubu oposisi yang sanggup bertahan, dari tawaran mewah sang pemenang.

Dampak di akar rumput, membuat mereka ingin turut menjadi ‘player’. Tak lagi ingin sekedar jadi komoditas semata. Maka, politik uang jadi makin langgeng. Tak ada uang, tak ada suara. Banyak uang, bakalan bisa menang. Sungguh sebuah kesesatan yang massif. Oleh karenanya, tak salah bila disebut demokrasi saat ini sedang diambang kematiannya.

Lalu bagaimanakah jalan keluarnya?

Sekali lagi, pendidikan politik adalah tugas utama para politisi, yang bercokol di partai politik. Seharusnya pengkaderan di partai dapat berjalan sebagaimana mestinya. Jangan ada istilah politisi karbitan. Mereka dapat menjadi pilot project, dan memberi edukasi politik yang baik kepada masyarakat. Rekam jejak dan prestasi yang gemilang setidaknya bisa mereduksi kesan negatif selama ini.

Selain itu, penyelenggara dan pengawas Pemilu merupakan leading sector yang memastikan pesta demokrasi dapat berjalan dengan sukses tanpa ada pelanggaran. Pemilu, Pileg maupun Pilkada takkan bisa disebut sukses, bila politik uang masih lestari di sana. Maka, patutlah ada formulasi yang efektif untuk segera diterapkan. Baik berupa tindakan preventif maupun refresif.

Ayo ke Jalan yang Benar!

Pada akhirnya, penulis mengajak kita semua untuk segera kembali ke jalan yang benar. Di tangan penguasa – para politisi itu, ada tanggung jawab moril yang besar akan kemaslahatan umat. Semua sektor yang berdampak bagi warga negara, diputuskan oleh penguasa. Kita berharap ekonomi membaik, kesehatan masyarakat terjamin, fasilitas umum mudah dijangkau, pendidikan berkualitas, dan lainnya, yang semua itu ada adalah kebijakan penguasa.

Sungguh sangat mustahil, begitu banyak hajat hidup rakyat itu dapat dirasakan, jika penguasa yang kita pilih bersama adalah oknum politisi yang membeli harga diri kita dengan harga murah, hanya demi syahwat berkuasanya.

Ayo sukseskan Pilkada Serentak 2024 tanpa politik uang!!**

Penulis : J. Sadewo, S.H.,M.H. (rakyat kecil di Kab. PALI – Sumsel)

BERITA TERKAIT

Silaturahmi Ketua PWI PALI dan Waka II DPRD: Sinergi untuk Kemajuan Daerah

28 Desember 2024 2391

Palembang [kabarpali.com] – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) [...]

Tak Quorumnya Rapat DPRD PALI, Benarkah Isu "Kendak" Dewan Tak Terakomodir?

25 Desember 2024 1897

PALI [kabarpali.com] - Polemik ditundanya rapat paripurna Dewan Perwakilan [...]

Tok! Paripurna ditunda, Anggota Dewan Cuma Datang 9 Orang

23 Desember 2024 2758

PALI [kabarpali.com] - Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) [...]

close button