Tumpahan Minyak Pertamina Kembali Cemari Rawa dan Kebun Warga di PALI - DLH Senyap
PALI [kabarpali.com] — Kasus pencemaran lingkungan kembali mencuat di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Pada Minggu (21/9/2025), tim investigasi lapangan menemukan tumpahan minyak mentah di wilayah operasional PT Pertamina EP Adera Field. Minyak tampak menggenang di permukaan tanah dan rawa, bahkan bercampur dengan lumpur. Di beberapa titik, terlihat tumpukan minyak hasil penggalian excavator yang masih menunggu proses evakuasi.
Peristiwa ini menambah panjang daftar insiden pencemaran lingkungan akibat aktivitas migas di PALI sepanjang tahun 2025. Sebelumnya, warga Desa Talang Akar (Dusun 2) mengeluhkan kebocoran pipa milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Zona 4 Pendopo Field, yang mencemari rawa dan dinilai lamban ditangani. Sementara itu, di Desa Curup, Kecamatan Tanah Abang, kebocoran pipa di area Raja 45 pada 9 September lalu juga merusak kebun dan sawah warga.
Dampak pencemaran ini tidak hanya mengganggu lahan pertanian dan perkebunan karet, tetapi juga merembet ke sektor perikanan. Warga Desa Tempirai yang menggantungkan hidup dari hasil tangkapan di Sungai Lebung Labi mengaku kini kesulitan memperoleh ikan. Hingga saat ini, mereka belum menerima ganti rugi maupun kompensasi dari pihak perusahaan.
Kondisi tersebut juga mengancam Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor lelang sungai, yang selama ini menjadi salah satu sumber pemasukan daerah.
Menanggapi kejadian tersebut, Field Manager PT Pertamina EP Adera Field, Adam Syukron Nasution, memastikan pihaknya sudah mengambil langkah awal penanggulangan. Menurutnya, kebocoran terjadi pada jalur pipa Trunkline SP ABB-3 menuju SPU ABB-2 di Desa Pengabuan Timur, Kecamatan Abab, yang termasuk kawasan Objek Vital Nasional (Obvitnas).
“Saat kejadian, tim PEP Adera langsung menuju lokasi tumpahan minyak dan melakukan tindakan penanggulangan awal untuk menghentikan kebocoran. Demi keselamatan bersama serta perlindungan lingkungan sekitar, Pertamina PEP mengimbau masyarakat agar tidak beraktivitas di area Obvitnas dan segera melaporkan bila menemukan kebocoran, aksi pencurian, atau aktivitas mencurigakan di sekitar wilayah operasi,” ujarnya.
Namun, kritik datang dari kalangan pemerhati lingkungan. Mereka menilai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) PALI terkesan bungkam dan belum mengambil langkah tegas. Sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) juga dinilai belum menunjukkan tindakan konkret.
Aktivis lingkungan mendesak pemerintah pusat turun tangan, melakukan audit lingkungan, serta menjatuhkan sanksi tegas agar perusahaan bertanggung jawab memulihkan ekosistem yang rusak.
“Kalau tidak ada penegakan hukum, kasus seperti ini akan terus berulang, dan masyarakat yang selalu jadi korban,” tegas Rully Pabendra, aktivis lingkungan di PALI, yang juga Ketua Forum Masyarakat Bumi Serepat Serasan (Formas Busser).
Kini publik menanti apakah kasus pencemaran ini hanya akan berakhir sebagai laporan administratif tanpa tindak lanjut, atau menjadi momentum bagi aparat daerah maupun pemerintah pusat untuk benar-benar berpihak pada rakyat dan lingkungan.[red]