Pesan Ulama untuk Caleg : Meski Gagal Jangan Sampai Bunuh Diri
Pemilihan calon legislatif (caleg) sebentar lagi akan digelar. Beberapa nama caleg telah mencuat dan tersebar di mana-mana, baik melalui baliho di pinggir jalan, maupun pamflet-pamflet di media sosial. Ini merupakan momentum bersejarah bagi setiap bangsa untuk menikmati pesta demokrasi.
Sementara bagi caleg, semua ini merupakan ujian dan hasil atas kerja keras dan dedikasi yang telah mereka perjuangkan selama ini. Jika berhasil, maka kemenangan akan mereka dapatkan. Jika gagal, maka masih ada kesempatan untuk terus berjuang.
Namun, seperti halnya dalam setiap kompetisi, menang dan kalah pasti terjadi. Tidak mungkin semua calon akan menang, tidak mungkin pula semua calon akan kalah. Dari masing-masing calon, pasti ada yang menang dan kalah. Ini semua merupakan sesuatu yang pasti terjadi dalam setiap kompetisi.
Kendati demikian, kekalahan dalam kompetisi bukanlah akhir dari segalanya. Ibarat sebuah kata, “Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.” Artinya, para calon-calon kompetisi yang gagal, dituntut untuk berjuang lebih dari apa yang mereka perjuangkan sebelumnya. Karena itu,meski kalah, caleg tetap harus semangat dan optimis. Jangan sampai bunuh diri.
Meski Gagal, Jangan Sampai Bunuh Diri Kegagalan dan kekalahan dalam kompetisi merupakan sesuatu yang wajar dan biasa adanya. Ssebesar apapun kekecewaan atas kegagalan, jangan sampai berujung pada bunuh diri. Sebab, ada saja caleg yang melakukan bunuh diri setelah gagal meraih apa yang mereka inginkan.
Berkaitan dengan hal ini, Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an: وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً
Artinya, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisa’: 29).
Ayat di atas merupakan pernyataan tegas dari Allah swt bahwa bunuh diri dalam Islam tidak dibenarkan dengan alasan dan motif apa pun. Islam tidak pernah membenarkan penghilangan nyawa, baik untuk diri sendiri maupun orang lain tanpa alasan-alasan yang bisa dibenarkan dalam syariat Islam.
Merujuk penjelasan Syekh Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya, ayat ini merupakan larangan bunuh diri dalam keadaan apa pun, baik dalam keadaan marah, jenuh, menyesal, dan lain sebagainya.
وَقَوْلُهُ تَعَالىَ: وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ، مَعْنَاهُ فِي الظَّاهِرِ النَّهْيُ عَنْ قَتْلِ الْمُؤْمِنِ نَفْسَهُ فِي حَالِ غَضَبٍ أَوْ ضَجْرٍ
Artinya, “Adapun firman Allah ta’ala: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Maksudnya adalah larangan untuk bunuh diri ketika sedang marah, lelah/menyesal.” (Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418], juz V, halaman 32).
Pendapat Syekh Wahbah di atas berdasarkan salah satu hadits Rasulullah saw yang menegaskan bahwa bunuh diri sangat dilarang dalam Islam, bahkan orang melakukannya akan kekal di dalam neraka yang penuh dengan siksaan.
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda: مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَجَأُ بِهَا بَطْنَهُ يَهْوِي فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا، وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ مُتَعَمِّدًا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ مُتَرَدٍّ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
Artinya, “Siapa saja bunuh diri dengan (menusuk dirinya dengan) besi, maka besi itu akan ada di tangannya. Dengannya, ia akan menghujamkan ke perutnya di neraka jahanam. Ia kekal dan abadi di dalamnya selama-lamanya. Siapa saja yang menjatuhkan diri dari gunung dengan sengaja hingga membunuh jiwanya (bunuh diri), maka ia akan jatuh ke neraka jahanam, ia kekal serta abadi di dalamnya selama-lamanya.”
Walhasil, kegagalan dalam kontestasi pemilu tidak boleh menjadi alasan bagi caleg untuk melakukan bunuh diri. Sebab, bunuh diri sama sekali tidak dibenarkan bahkan menjadi dosa besar menurut agama Islam.
Kekecewaan dalam setiap kekalahan merupakan sifat setiap manusia. Siapa saja pasti kecewa jika harapan dan keinginannya tidak sesuai dengan kenyataan, namun sebisa mungkin, kekecewaan tersebut tidak sampai membawa pada bunuh diri.
Lantas, bagaimana caranya agar kekecewaan meronta-ronta dalam jiwa setiap manusia? Berikut penulis jelaskan.
Cara agar Kekecewaan Tidak Membabi-buta. Cara agar kekecewaan tidak merajalela setelah kekalahan adalah menyadari betul bahwa setiap sesuatu yang terjadi merupakan hal terbaik dari Allah, sekalipun tidak sesuai dengan harapan dan keinginan setiap manusia.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman: وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ Artinya, “Maka boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 216).
Berkaitan dengan hal ini, Syekh Ibnu Ajibah mengibaratkan manusia seperti anak kecil yang masih sangat polos dan tidak tahu apa-apa. Ia menangis karena ingin memakan manisan atau permen di dalamnya. Berkali-kali orang tuanya tidak memberikan permen sang anak, karena ia sadar bahwa permen tidak baik untuknya,: فَكُلَّمَا بَطَشَ الصَّبِي لِذَلِكَ الطَّعَامِ رَدَّهُ أَبُوْهُ فَالصَّبِي يَبْكِيْ عَلَيْهِ لِعَدَمِ عِلْمِهِ وَأَبُوْهُ يَرُدُّهُ بِالْقَهْرِ لِوُجُوْدِ عِلْمِهِ
Artinya, “Maka ketika si anak mengambil makanan (yang di dalamnya terdapat racun), sang ayah menolaknya, anaknya menangis karena tidak tahu (di dalamnya terdapat racun), sedangkan ayahnya menolaknya dengan paksa karena ia tahu ada apa di dalamnya.” (Ibnu Ajibah, Iqadul Himam Syarah Matnul Hikam, [2000], halaman 100).
Begitulah gambaran hubungan manusia dengan Allah dalam konsep “pemberian”. Bisa jadi, dalam hal yang diinginkan oleh manusia, ada bahaya luar biasa yang tidak diketahuinya. Karenanya, Allah tidak memberikan keinginan tersebut untuk menjaganya agar tidak terjerumus bahaya yang tidak diketahuinya.
Demikian juga bagi para caleg, jika harapan untuk menjadi DPR, DPRD, dan DPD belum juga terlaksana, bisa jadi sebenarnya andaikan menjadi tidak gagal, justru jabatan itu akan menjadi keburukan baginya. Karena itu, kegagalan dalam kontestasi semenstinya justru bisa dijadikan sebagai motivasi besar untuk terus bersemangat dalam meningkatkan pengabdian bagi bangsa dan negara. Wallahu a’lam. **
Penulis : Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.